Sabtu, 18 Februari 2017

INOVASI PENDIDIKAN

INOVASI PENDIDIKAN 

 Oleh. Agung Fouriswadi, M.Pd.

                                                     
A.    Referensi
Saud, Udin Syaefudin. 2008. Inovasi Pendidikan. Bandung. Alfabeta.

B.     Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui program tentang Inovasi dalam Pembelajaran dan Inovasi Pembelajaran melalui teknologi Informasi khususnya membahas  tentang Pembelajaran  kontekstual atau Contextual Teaching and  Learning  (CTL).

C.    Fakta-fakta Unik
1.      Pembelajaran kontekstual adalah terjemahan dari istilah Contextual Teaching Learning (CTL). Kata contextual berasal dari kata contex yang berarti “hubungan, konteks, suasana, atau keadaan”. Dengan demikian contextual diartikan ”yang berhubungan dengan suasana (konteks). Sehingga Contextual Teaching Learning (CTL) dapat diartikan sebagi suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu.
2.      Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang terjadi disekelilingnya.
3.      Pembelajaran  kontekstual  (Contextual  Teaching  and  Learning)  adalah  suatu pendekatan  pembelajaran  yang  menekankan  kepada  proses  keterlibatan  siswa  secara penuh  untuk  dapat  menemukan  materi  yang  dipelajari  dan  menghubungkannya  dengan situasi  kehidupan  nyata  sehingga  mendorong  siswa  untuk  dapat  menerapkannya  dalam kehidupan  mereka  (Sanjaya,  2005). 
4.      Pembelajaran  kompetensi  merupakan  suatu  sistem atau pendekatan pembelajaran  yang bersifat holistik(menyeluruh), terdiri dari berbagai komponen yang saling terkait, apabila dilaksanakan masing-masing memberikan dampak sesuai dengan peranannya (Sukmadinata, 2004).
5.      Elaine  B.  Jhonson  (2002),  mengklaim  bahwa  dalam  pembelajaran  kontektual, minimal  ada  tiga  prinsip  utama  yang  sering  digunakan,  yaitu:  saling  ketergantungan (interdepence), diferensiasi (differetiation), dan pengorganisasian (self organization).


Asas-asas  sering  juga  disebut  komponen-komponen  pembelajaran  kontekstual melandasi  pelaksanaan  proses  pembelajaran  kontekstual  yang  memiliki  tujuh  asas meliputi:  1)  Kontruktivisme,  2)  Inkuiri,  3)  Bertanya,  4)  Masyarakat  belajar,  5) Pemodelan, 6) Refleksi, dan 7) Penilaian nyata.
D.    Pertanyaan
1.      Program apa yang anda usulkan?
2.       Bagaimana cara implementasi program tersebut?
3.      Siapa yang melaksanakan implementasi program tersebut?
3.      Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk implementasi program tersebut?
4.      Apa ukuran keberhasilan implementasi program tersebut?

E.     Konsep Utama
1.  Contextual Teaching Learning (CTL)
2.  Kontruktivisme
3. Inkuiri
4. Bertanya
5. Masyarakat  belajar
6. Pemodelan
7. Refleksi
8. Penilaian nyata.

F.     Refleksi
1.      Tulisan tentang Inovasi Pendidikan oleh Prof. Dr. Udin Syaefudin Saud, Ph.D. dapat memberikan gambaran yang Membahas  tentang Inovasi dalam Pembelajaran dan Inovasi Pembelajaran melalui teknologi Informasi khususnya membahas  tentang Pembelajaran  kontekstual atau Contextual Teaching and  Learning  (CTL).
2.      Belajar  untuk  tahu dan  belajar  untuk  berbuat  telah membuat siswa anda duduk pada tempat yang tepat, setidaknya mereka menjalani belajar untuk  menambah  pengetahuan  dan  informasi  keotaknya. Mereka  melakukan  praktek dilanjutkan  belajar  menjadi.  Masih  ingat  Andreas  Harefa  yang  menuliskan,  “Di  antara teori  dan  praktik  terdapat  jembatan  yang  justru  amat  penting  untuk  memanusiakan  diri seseorang,  yakni  ia  harus  belajar  menjadi”.  Sesungguhnya  inilah  inti  dari  seluruh pembelajaran apapun model atau strateginya dalam dunia pendidikan. Salah satu inovasi pembelajaran konstektual akan membicarakan bagaimana siswa menjadi seseorang yang akrab dengan lingkungan dimana, apa, dan siapa sebenarnya dirinya itu.
3.      Tahapan model pembelajaran kontekstual meliputi empat tahapan, yaitu: invitasi, eksplorasi,  penjelasan  dan  solusi,  dan  pengambilan  tindakan.
4.      Tahap invitasi, siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang dibahas. Bila perlu guru memancing dengan memberikan pertanyaan yang problematik tentang fenomena kehidupan sehari-hari  melalui kaitan konsep-konsep yang di  bahas  tadi  dengan  pendapat  yang  mereka  miliki.  Siswa  diberi  kesempatan  untuk mengkomunikasikan, mengikutsertakan pemahamannya tentang konsep tersebut.
Tahap  eksplorasi,  siswa  diberi  kesempatan  untuk  menyelidiki  dan  menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, penginterpretasikan data dalam sebuah kegiatan yang telah dirancang guru. Secara berkelompok siswa melakukan kegiatan dan berdiskusi tentang masalah yang ia bahas. Secara keseluruhan, tahap ini akan memenuhi rasa keinginantahuan siswa tentang fenomena kehidupan lingkungan sekelilingnya. Tahap penjelasan dan solusi, saat siswa memberikanpenjelasan-penjelasan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah dengan penguatan guru, maka siswa dapat menyampaikan gagasan, membuat model, membuat rangkuman dan ringkasan. Tahapan  pengambilan  tindakan,  siswa  dapat  membuat keputusan,  menggunakan pengetahuan dan keterampilan, berbagai informasi dan gagasan, mengajukan pertanyaan lanjutan,  mengajukan  saran  baik  secara  individu  maupun  kelompok  yang  berhubungan dengan pemecahan masalah.
5.      Karakteristik Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL)
Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen  utama dari pembelajaran produktif yaitu : konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modelling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment) (Depdiknas, 2003:5).
1. Konstruktivisme (Constructivism)
Setiap  individu  dapat  membuat  struktur  kognitif  atau mental berdasarkan pengalaman mereka maka setiap individu dapat membentuk konsep atau ide baru, ini dikatakan sebagai konstruktivisme (Ateec, 2000). Fungsi guru disini membantu membentuk konsep tersebut melalui metode penemuan (self-discovery), inquiri dan lain sebagainya, siswa berpartisipasi secara aktif dalam membentuk ide baru.
Menurut Piaget pendekatan konstruktivisme mengandung empat kegiatan inti, yaitu :
1)      Mengandung pengalaman nyata (Experience);
2)      Adanya interaksi sosial (Social interaction);
3)      Terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (Sense making);
4)      Lebih memperhatikan pengetahuan awal (Prior Knowledge).
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap diambil atau diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Berdasarkan pada pernyataan tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan (Depdiknas, 2003:6).
Sejalan dengan pemikiran Piaget mengenai kontruksi pengetahuan dalam otak. Manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti kotak-kotak yang masing-masing berisi informasi bermakna yang berbeda-beda. Setiap kotak itu akan diisi oleh pengalaman yang dimaknai berbeda-beda oleh setiap individu. Setiap pengalaman baru akan dihubungkan dengan kotak yang  sudah berisi pengalaman lama sehingga dapat dikembangkan. Struktur pengetahuan dalam otak manusia dikembangkan melalui dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi.
2. Bertanya (Questioning)
Bertanya  merupakan  strategi  utama  dalam  pembelajaran kontekstual. Kegiatan bertanya digunakan oleh guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa sedangkan bagi siswa kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis  inquiry.  Dalam  sebuah  pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk :
1)      Menggali informasi, baik administratif maupun akademis;
2)      Mengecek pengetahuan awal siswa dan pemahaman siswa;
3)      Membangkitkan respon kepada siswa;
4)      Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa;
5)      Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru;
6)      Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa;
7)      Menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
3. Menemukan (Inquiry)
Menemukan  merupakan  bagian  inti  dari  pembelajaran  berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri (Depdiknas, 2003). Menemukan atau inkuiri dapat diartikan juga sebagai proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu :
1)      Merumuskan masalah ;
2)      Mengajukan hipotesis;
3)      Mengumpulkan data;
4)      Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan;
5)      Membuat kesimpulan.
Melalui proses berpikir yang sistematis, diharapkan  siswa  memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis untuk pembentukan kreativitas siswa.

4. Masyarakat belajar (Learning Community)
Konsep  Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar itu diperoleh dari sharing antar siswa, antar kelompok, dan antar yang sudah tahu dengan yang belum tahu tentang suatu materi. Setiap elemen masyarakat dapat juga berperan disini dengan berbagi pengalaman (Depdiknas, 2003).
5. Pemodelan (Modeling)
Pemodelan dalam pembelajaran kontekstual merupakan sebuah keterampilan atau pengetahuan tertentu dan menggunakan model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuau. Dalam arti  guru memberi model tentang “bagaimana cara belajar”. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukanlah satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa.
Menurut Bandura dan Walters, tingkah laku siswa baru dikuasai atau dipelajari mula-mula dengan mengamati dan meniru suatu model. Model yang dapat diamati atau ditiru siswa digolongkan menjadi :
1.      Kehidupan yang nyata (real life), misalnya orang tua, guru, atau orang lain.;
2.      Simbolik (symbolic), model yang dipresentasikan secara lisan, tertulis atau dalam bentuk gambar ;
3.      Representasi (representation), model yang dipresentasikan dengan menggunakan alat-alat audiovisual, misalnya televisi dan radio.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru. Struktur pengetahun yang baru ini merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.  Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahun yang baru diterima (Depdiknas, 2003).
Pada kegiatan pembelajaran, refleksi dilakukan oleh seorang guru pada akhir pembelajaran. Guru menyisakan waktu sejenak agar siswa dapat melakukan refleksi yang realisasinya dapat berupa :
1.      Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh  pada pembelajaran yang baru saja dilakukan.;
2.      Catatan atau jurnal di buku siswa;
3.      Kesan dan saran mengenai pembelajaran yang telah dilakukan.
7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)
Penilaian autentik merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa agar guru dapat memastikan apakah siswa telah mengalami proses belajar yang benar. Penilaian autentik menekankan pada proses pembelajaran sehingga data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran.
Karakteristik authentic assessment menurut Depdiknas (2003) di antaranya: dilaksanakan selama dan sesudah proses belajar berlangsung, bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif, yang  diukur keterampilan dan sikap dalam belajar bukan mengingat fakta, berkesinambungan, terintegrasi, dan dapat digunakan sebagai feedback. Authentic assessment biasanya berupa kegiatan yang dilaporkan, PR, kuis, karya siswa, prestasi atau penampilan siswa, demonstrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis dan karya tulis.
6.       Berdasarkan  tahapan-tahapan  pembelajaran  kontekstual  tersebut,  maka  langkahlangkah pembelajaran konstektual seperti di bawah ini:
a. Pendahuluan
1)  Guru  menjelaskan  kompetensi  yang  harus  dicapai  serta  manfaat  dari  proses pembelajaran dan pentingnya materi yang akan dipelajari
2) Guru menjelaskan prosedur pembelajaran konstektual:
a)  Siswa dibagi dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa
b)  Tiap  kelompok  ditugaskan  untuk  melakukan  observasi,  misalkan  kelompok  1  dan  2 melakukan observasi ke TPS (lingkungan hidup) dan kelompok 3 dan 4 melakukan observasi ke TPA (pembuangan sampah).
c)  Melalui  observasi  siswa  ditugaskan  untuk  mencatat  berbagai  hal  yang  berhubungan dengan hasil temuan saat observasi tadi.
3) Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap siswa.
b. Inti
Di Lapangan
1) Siswa melakukan observasi ke TPS sesuai dengan pembagian tugas kelompok
2) Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan tadi  sesuai dengan alat observasi yang telah mereka tentukan sebelumnya
Di dalam Kelas
1) Siswa mendiskusikanhasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya masing-masing
2) Siswa mempersentasikan/melaporkan hasil diskusi
3) Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lain.
c. Penutup
1)  Dengan  bantuan  guru  siswa  menyimpulkan  hasil  observasi  sekitar  masalah  temuan sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai
2)  Guru  menugaskan  siswa  untuk  membuat  tugas  tentang  pengalaman  belajar  mereka dengan tema”Pembuangan Sampah”.           
7.      ukuran keberhasilan implementasi Pembelajaran kontekstual yakni apabila siswa  belajar dengan baik dan jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang terjadi disekelilingnya.
8.         Terkait dengan hal tersebut penulis telah memberikan inspirasi dalam mengembangkan calon tesis yang akan saya kerjakan, maka akan dilakukan penelitian tentang Penerapan model pembelajaran konstruktivisme untuk Meningkatkan pemahaman Siswa kelas VIII mengenai sholat berjamaah di kabupaten Lombok Barat.
            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar